Sebelum datangnya pengaruh HinduâBuddha dan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah mengenal kehidupan religius yang dijadikan pedoman untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupannya. Hampir setiap kegiatan selalu dilandasi dengan upacara religius, baik dalam kegiatan mata pencaharian, adat istiadat perkawinan, tata cara penguburan, selamatan-selamatan Jawa=slametan, maupun dalam kehidupan lainnya. Mereka patuh menjalankan pranata-pranata yang berbau religius dan magis tersebut karena mereka beranggapan bahwa apabila terjadi pelanggaran akan mendapatkan kutukan dari arwah nenek moyang yang dampaknya akan mendatangkan bencana terhadap warga masyarakatnya. Tradisi kehidupan religius ini semula bentuknya masih sangat sederhana sebelum pengaruh HinduâBuddha merupakan tradisi lokal sehingga ketika pengaruh HinduâBuddha masuk ke Indonesia, tradisi lokal ini tidak musnah melainkan justru makin berkembang. Hal ini dikerenakan pengaruh HinduâBuddha juga menyesuaikan dengan kehidupan masyarakat setempat, hanya saja cara-cara dan upacara religusnya bersumberkan pada ajaran HinduâBuddha. Demikian juga ketika pengaruh Islam masuk juga ikut mewarnai kehidupan tradisi-tradisi yang ada di Indonesia. Segala aktivitas kehidupan masyarakat yang menganut agama Islam, bersumber pada ajaran agama Islam. Dengan demikian dari masa Purba sampai dengan masuknya pengaruh Islam, kehidupan tradisi-tradisi tersebut masih tetap berlangsung dan mendapat tempat sendiri-sendiri di kalangan masyarakat sesuai dengan kondisi daerah dan tingkat kepercayaan masyarakat yang bersangkutan. Bentuk-bentuk perpaduan antara tradisi lokal, HinduâBuddha, dan Islam di dalam kehidupan masyarakat, antara lain sebagai berikut. 1. Pertunjukan Wayang Salah satu bentuk tradisi warisan nenek moyang kita ialah pertunjukan wayang yang mampu bertahan berabad-abad lamanya dan mengalami perubahan serta perkembangan sampai dengan bentuknya yang sekarang. Fungsi pertunjukan wayang sepanjang perjalanan sejarahnya tidaklah tetap dan bergantung pada kebutuhan tuntutan. Pertunjukan wayang pada mulanya merupakan upacara pemujaan arwah nenek moyang. Setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk maka pertunjukan wayang mengalami perkembangan. Pertunjukan wayang kemudian banyak menyadur dari pengaruh Hindu-Buddha dengan mengambil cerita dari Mahabarata dan Ramayana. Ketika pengaruh Islam masuk, pertunjukan wayang makin berkembang dan bersumberkan pada ajaran agama Islam. Para Wali Sanga, khusus Sunan Kalijaga menggunakan pertunjukan wayang sebagai media dakwah. Jadi, pertunjukan wayang di samping sebagai sarana pendidikan, komunikasi, dan hiburan rakyat juga digunakan untuk menyebarkan agama Islam. Bahkan, sampai zaman modern sekarang ini dengan berbagai peralatan yang canggih, pertunjukan wayang masih tetap eksis sebagai sarana pendidikan, hiburan, dan komunikasi yang efektif untuk menunjang pembangunan. Catatan Jenis wayang, antara lain wayang kulit, wayang orang Jawa = wong, wayang klithik, wayang gedhog, wayang golek, dan wayang beber. Perlengkapan untuk pertunjukan wayang, antara lain dalang, warangggana pesinden, blencong lampu, kotak tempat wayang, kepyak, gamelan, rebab, dan suling. 2. Upacara Penguburan Adat dan tata cara penguburan di Indonesia berbeda di setiap daerah sehingga banyak sekali ragamnya. Hal ini wajar mengingat bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, agama, dan kepercayaan dengan adat istiadat yang berbeda pula. Ada berbagai cara perawatan jenazah selain penguburan, misalnya jenazah dibakar dikremasi, dibiarkan hancur di alam terbuka, atau disimpan di bangunan khusus dan sebagainya. Ada yang menentukan jenazah segera dikuburkan pada hari kematian seperti yang dilakukan di kalangan penganut agama Islam. Ada juga yang mengharuskan orang menanti berminggu-minggu, bahkan bulanan sebelum jenazah dikuburkan. Dalam hal ini upacara penguburan mempunyai beberapa tahapan. Suatu upacara biasanya disertai dengan mengorbankan sejumlah hewan ternak sesuai dengan tingkat sosial ekonomi pada masyarakatnya. Adat penguburan seperti ini dikenal pada suku Nias, Batak, Sumba, dan Toraja. Penyelenggaraan adat kematian dan upacara penguburan seperti itu menelan biaya yang besar sehingga beban itu dipikul oleh segenap keluarga dan dibantu oleh para tetangganya. Berbagai adat dan tatacara penguburan yang ada di Indonesia , antara lain sebagai berikut. a. Tradisi Penguburan Suku Toraja Menurut kepercayaan suku Toraja, jika seseorang meninggal untuk masuk ke alam baka diselenggarakan upacara sesuai dengan kedudukan di masa hidupnya. Itulah sebabnya penguburan orang terpandang selalu diselenggarakan secara besar-besaran dengan upacara lengkap dan disertai menyembelih kerbau dan babi hingga puluhan ekor jumlahnya. Kuburan orang Toraja berupa lubang yang dipahatkan pada dinding batu di lereng gunung yang terjal. Dengan meniti tangga bambu sederhana yang disandarkan di tebing empat sampai dengan enam orang membawa peti itu merayap ke atas menuju liang kubur yang telah disiapkan. Sesampainya di lubang kubur jenazah diletakkan dalam posisi berdiri dengan wajah menghadap lembah yang indah. b. Pada Masyarakat Purba Sebelum terkena pengaruh HinduâBuddha maka adat dan tata cara penguburan orang meninggal sangat sederhana, yakni mayat hanya diletakkan di peti mayat atau kubur batu. Untuk tokoh masyarakat atau kepala suku sebagai orang yang dihormati dan disegani dibuatkan arca atau tugu sebagai peringatan yang dikenal dengan istilah arca nenek moyang. Untuk selanjutnya muncullah tradisi pemujaan terhadap roh nenek moyang. c. Upacara Ngaben Pada zaman HinduâBuddha banyak upacara adat yang kemudian dikombinasikan dengan upacara keagamaan. Pada masyarakat Bali yang sebagian besar rakyatnya menganut agama Hindu, upacara kematian didasari oleh kepercayaan bahwa manusia yang mati dapat menitis kembali. Untuk mempercepat proses kesempurnaan jasad orang yang meninggal maka jenazah harus dibakar. Upacara pembakaran mayat tersebut dikenal dengan nama Ngaben. Setelah pembakaran selesai, abu mayat dihanyutkan dalam sungai atau laut. d. Masyarakat Jawa Pada masyarakat Jawa yang sebagian besar beragama Islam, upacara adat kematian dan penguburan masih diwarnai oleh tata cara Hindu, Buddha, dan kebudayaan asli kejawen. Sebagian penduduk yang menganut ajaran Islam Muhammadiyah menghilangkan tata upacara selain yang diajarkan dalam agama Islam. Namun, secara umum campuran berbagai tata upacara itu masih berlaku sampai sekarang. Seperti halnya pada kelahiran, khitanan, dan perkawinan maka pada kematian pun tata cara upacara diikuti rangkaian selamatan dan sesaji. Misalnya, pada hari kematian disebut hari geblag, selanjutnya sesaji terus diadakan pada hari ketiga nelung dina, hari ketujuh mitung dina, hari keempat puluh matang puluh dina, hari ke seratus nyatus, satu tahun mendak pisan, dua tahun mendak pindo, dan seribu hari nyewu. Pada setiap upacara selamatan dilakukan tahlilan atau pemanjatan doa untuk memohonkan ampun bagi orang yang telah meninggal. 3. Upacara Labuhan Tradisi upacara labuhan dilaksanakan setiap tahun sekali oleh kerabat Keraton Yogyakarta yang biasanya dilaksanakan pada hari penobatan dan pada waktu ulang tahun penobatan raja tingalan dalem. Upacara labuhan diselenggarakan di empat tempat yakni di Parangkusumo, Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Dlepih. Hal ini dilatar belakangi bahwa tempat-tempat tersebut pada zaman dahulu digunakan oleh raja-raja Mataram untuk bertapa dan berhubungan dengan roh halus. Upacara ini merupakan tradisi turun temurun sejak Mataram di bawah pemerintahan Panembahan Senopati sampai sekarang. Catatan Labuhan adalah upacara mengirimkan melabuh barang-barang dan sesaji ke tempat-tempat yang dianggap keramat dengan maksud sebagai penolak balak dan untuk keselamatan masyarakat. 4. Tradisi Garebeg dan Sekaten Garebeg atau anggerebeg berarti pengawalan terhadap seorang pembesar yang penting, seperti seorang raja. Pada upacara tersebut Raja Yogyakarta dan Raja Surakarta menampakkan diri di Sitinggil dan dikelilingi oleh pengikut-pengikutnya kerabat-kerabatnya yang berada di Pagelaran untuk memberikan penghormatan kepada penguasa. Upacara Gerebeg dilakukan tiga kali setiap tahun oleh Keraton Yogayakarta dan Keraton Surakarta, yaitu pada hari kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Salam. Gerebeg Maulud pada tanggal 12 Maulud, hari raya Idul Fitri Gerebeg Pasa pada tanggal 1 Syawal dan hari raya Idul Adha Gerebeg Besar pada tanggal 10 Besar. Dari tiga Garebeg tersebut yang terbesar ialah Garebeg Maulud yang kemudian dirangkaikan dengan Sekaten. a. Garebeg Maulud Gerebeg maulud adalah pesta yang diadakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Salam pada tanggal 12 Rabiul Awal. Dalam hal ini ada tiga macam perayaan, yaitu, Sekaten pasar malam, upacara Sekaten itu sendiri, dan Garebeg Maulud. b. Perayaan Sekaten Sekaten adalah perayaan yang berbentuk pasar malam yang biasanya berlangsung selama 1â2 minggu, bahkan 1 bulan sebelum upacara Gerebeg Maulud dilaksanakan.
Salahsatu bentuk tradisi warisan nenek moyang kita ialah pertunjukan wa- yang yang mampu bertahan berabad-abad lamanya dan mengalami perubahan serta perkembangan sampai dengan bentuknya yang sekarang. Fungsi pertun- jukan wayang sepanjang perjalanan sejarahnya tidaklah tetap dan bergantung pada kebutuhan tuntutan.
Jawaban Pertunjukan wayang bertahan sampai sekarang karena wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia. Wayang dianggap memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia. Pembahasan Wayang mulai dikenal dan berkembang di Nusantara sejak 1500 SM sebagai bagian ritual. Wayang dianggap memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia. Dalam perkembangannya wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan seni perlambang. Wayang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Oleh karena itu wayang dianggap memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia.
KetoprakSewan hanya bertahan selama satu bulan saja. Setelah itu melayani pertunjukan menurut undangan orang. Nama paguyuban ketoprak pada waktu itu adalah Krido Muda Mardi utomo. Kesenian ketoprakdi dusunSrumbung Gunung dapat bertahan kurang lebih hingga 20 an tahun. Setelah itu bubar, menurut Ali hal tersebut karena kepengurusan tidak saling
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Indonesia memiliki banyak tradisi dan budaya yang beragam, bermakna, dan unik. Hal ini menjadi tidak heran apabila banyak Indonesianist yang akhirnya penasaran dan membuat riset mengenai budaya Indonesia. Pembahasan kali ini akan didasari salah satu teori yaitu kajian budaya atau cultural studies. Kajian budaya ini merupakan teori yang mendalami konteks keadaan dan kondisi dalam suatu budaya. Hal ini akan sesuai pada pembahasan terkait pertunjukkan wayang dalam menghadapi konteks global dan budaya Pemuda yang pastinya mengalami banyak perspektif baru dan kondisi serta keadaan yang satunya seperti riset yang ditulis oleh Matthew Isaac Cohen dengan judul "Contemporary Wayang in Global Contexts". Matthew Isaac Cohen sudah belajar wayang kulit di jawa hampir 6 tahun lamanya. Pada penelitiannya Cohen menjelaskan tentang bagaimana wayang ditempatkan dalam konteks global yang dimulai pada masa kolonial. Hal ini sangat menarik sebab dari risetnya dapat diketahui sudut pandang budaya wayang di negara luar. Hal ini terlihat dari penjelasan Cohen bahwa pada awal abad 20, wayang juga akan menginspirasi praktisi teater Eropa dan Amerika Cohen, 2007, h. 340. Jadi, tidak heran bagi kita bagaimana wayang mampu berkembang di negara risetnya, Cohen menceritakan salah satu penggemar wayang terbesar di Eropa yang Bernama Edward Gordon Craig yang mengambil fokus masalah yang cukup menarik. Craig mengecam para philologists karena menggambarkan konstruksi wayang tanpa mengacu pada teater fungsionalitas angka terutama gambaran awal Raffles tentang wayang dalam The History of Java Cohen, 2007, h. 342. Hal ini tentu memberi informasi baru yang konteksnya di luar Indonesia tentang bagaimana mereka mengambarkan konstruksi wayang. Cohen juga menjelaskan bagaimana Pandam didorong untuk melakukan pertunjukkan wayang di Amerika Serikat sebagai cara mengkomunikasikan tentang budaya Jawa. Alhasil, Padam berkolaborasi dengan James Brandon untuk memproduksi pertunjukkan wayang kulit dengan mahasiswa Brandon teater asia bahkan bekerja sama dalam meluncurkan buku yang diterbitkan oleh Harvard University Press as On Thrones of Gold Cohen, 2007, h. 352 . Hal ini mengagumkan terkait pertunjukan wayang kulit yang mampu menarik minat di luar Indonesia hingga diterbitkan dalam bentuk buku. Cohen 2007, h. 362 menjelaskan bahwa sampai sekarang masih banyak performers luar Indonesia dengan pengetahuan praktis dan mendalam tentang wayang Jawa dan Bali bahkan tradisi wayang telah diangkut dan ditransformasikan ke luar Indonesia. Riset yang diteliti Cohen ini sangat memberikan pengetahuan luas tentang wayang dari berbagai sudut pandang dunia kepada kita. Cohen membawakan riset ini dengan menarik karena mengkaitkan berbagai perspektif terutama dalam mendalami kondisi serta keadaan seperti dasar teori kajian budaya dan sejarah tentang wayang bahkan penyebarannya ke luar satu riset yang menarik lainnya tentang wayang yang dianalisis oleh Indonesianist bernama Miguel Escobar Varela yang membahas tentang wayang Hip Hop. Hal ini menjadi menarik karena dalam risetnya, ia membahas bagaimana salah satu tradisi pertunjukan tertua di Jawa yaitu Wayang bertemu budaya pemuda wayang Hip Hop yang dianalisis Miguel Escobar Varela menjelaskan pro dan kontranya masing-masing mengenai Wayang Hip Hop. Pada risetnya dijelaskan bahwa perpaduan wayang dan hip hop ini bertujuan untuk menyesuaikan perubahan sosial budaya yang cepat tetapi tetap melestarikan dan tidak menghilangkan aspek etika dan estetika Jawa dalam pertunjukan wayang ini. Hal ini dianggap untuk membangun interaksi secara sengaja dan canggih dari warisan jawa dan musik pemuda global. Wayang hip hop ini juga lebih mengeksplorasi masalah kontemporer dengan penonton dibandingkan pencarian spiritual para pangeran wayang tradisional, tetapi tetap mengandalkan pengetahuan budaya penonton. Wayang hip hop berdasarkan riset ini dinilai mampu menyesuaikan diri dengan berbagai pengaturan penampilan Varela, 2014. Oleh karena itu, Riset yang ditulis Miguel Escobar Varela tentang wayang hip hop ini terasa bagaimana tradisi pertunjukan seperti wayang digabungkan dengan pertunjukan musik di zaman modern dalam rangka untuk menyesuaikan perubahan tanpa melupakan tradisi wayang tersebut. Varela kembali menjelaskan bahwa wayang Hip Hop banyak mendapatkan kontra dan kritikan. Tertulis dalam risetnya bahwa direktur lokal asosiasi wayang Indonesia mengatakan bahwa karakter wayang yang berada dalam lingkup spiritual tinggi, tetapi ketika diwakili dengan Hip Hop, unsur keindahan dan nilai moral tidak ada. Kritik lainnya yang didapatkan adalah bahwa penampilan mereka digambarkan dengan bentuk yang dangkal dan 'mutilasi brutal' Varela, 2014. Bahkan banyak pencinta wayang justru takut bentuk pertunjukan asli wayang memudar menjadi budaya anak muda. Kritikan ini tentu sangat relevan karena budaya dan tradisi asli perlu dipertahankan ketika menghadapi perubahan dua riset tersebut yang dibawakan oleh Matthew Isaac Cohen dan Miguel Escobar Varela tentang salah satu kultur Indonesia berupa Wayang memberikan sejumlah sudut pandang baru. Kedua riset ini dapat saling melengkapi satu sama lain. Hal ini karena dari riset Cohen mampu menjelaskan bagaimana budaya wayang dalam konteks dunia, sedangkan pada riset Varela memberi pengetahuan bagaimana tradisi wayang menghadapi budaya yang 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
Ohiyah teman-teman kenapa kesenian di Winduraja ini memakai nama "Nyengsol". Apakah ada maksud atau arti dari "Nyengsol" tersebut, menurut ketua kelompok karinding Nyengsol Atus Gusmara mengatakan kepada para netizen đ, bahwa Nyengsol memang mengandung arti, karena Nyengsol adalah singkatan dari " Nyungsi Eusi Ngaguar Seni Olah Laras" maksudnya adalah mencari isi seni jaman
âș Kendati telah berusia ribuan tahun, wayang masih bertransformasi mengikuti dinamika zaman. Itu sebabnya wayang dapat terus relevan dengan kehidupan masa kini. Kompas/Hendra A Setyawan Sejumlah wayang kulit, wayang golek, dan wayang suket dipamerkan dalam pameran bertajuk âWayang Rupa Kitaâ di Bentara Budaya, Jakarta, Sabtu 20/11/2021. Pameran yang berlangsung hingga 4 Desember 2021 ini menampilkan wayang koleksi Bentara Budaya. Pameran bertujuan sebagai bentuk upaya Bentara Budaya untuk menjaga tradisi dan kebudayaan KOMPAS â Anggapan bahwa wayang adalah kebudayaan yang kuno dan kaku tidak tepat. Menurut catatan sejarah, wayang bertransformasi mengikuti dinamika zaman, baik dari segi bahasa lisan maupun media mendalang. Wayang diyakini tetap bisa relevan dengan konteks kehidupan ini mengemuka pada acara bincang wayang berjudul âPesona Indonesiaâ yang disiarkan Radio Sonora, Jumat 26/11/2021. Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian pameran Wayang Rupa Kita yang digelar di Bentara Budaya Jakarta pada 19 November hingga 4 Desember 2021. Kurator wayang di pameran tersebut sekaligus dalang, Nanang Hape, mengatakan, anak muda kerap dihakimi sebagai generasi yang berjarak dengan wayang dan tradisi. Padahal, jarak itu ada karena anak muda kerap terkendala bahasa pedalangan, bukan karena tidak tertarik pada wayang.âMereka tidak dekat dengan wayang karena tidak paham dengan bahasanya, tidak punya cukup waktu untuk menonton pertunjukan wayang semalam suntuk, dan sebagainya,â kata GANDHAWANGI Nanang Hape, kurator wayang di pameran Wayang Rupa Kita di Bentara Budaya Jakarta, Selasa 23/11/2021.Itu sebabnya, ia berupaya membuat pertunjukan wayang dengan sejumlah penyesuaian, baik dari segi bahasa, durasi, maupun ritme. Ia juga membuat siniar podcast di Spotify untuk menyampaikan dongeng wayang. Setidaknya ada 15 judul siniar berdurasi 2-10 menit yang telah diunggah. Siniarnya bertajuk âDongeng Wayangâ.Baca juga Wayang, Media Belajar Filosofi KehidupanTransformasi wayang juga terjadi beberapa abad silam. Nanang mengisahkan, pada masa kerajaan Kediri, wayang masih menggunakan bahasa Jawa Kuna. Bahasanya berubah menjadi bahasa Jawa baru sekitar masa Kerajaan Demak, setelah Majapahit itu menunjukkan fleksibilitas wayang dalam menghadapi perkembangan zaman. Fleksibilitas itu juga membuat wayang dapat bertahan sejak keberadaannya tercatat di abad ke-4 hingga kini di abad ke-21.âWayang berkembang dan beradaptasi pada setiap zaman. Yang berubah biasanya adalah media ungkapnya. Sementara teks-teks rujukannya masih bertahan hingga sekarang,â ucap GANDHAWANGI Bayangan sejumlah wayang pada pameran Wayang Rupa Kita di Bentara Budaya Jakarta, Kamis 18/11/2021. Pameran ini dibuka untuk umum pada 19 November hingga 4 Desember 2021. Ada lebih dari 120 wayang yang ditampilkan dalam 17 adegan teknologi menjadi tantangan sekaligus peluang. Kisah wayang dapat disampaikan ke publik dengan berbagai cara dan format, tidak melulu dengan pertunjukan semalam suntuk. Wayang dapat disampaikan pula dalam bentuk novel, cerpen, lukisan, tarian, dan juga bisa dikembangkan menjadi animasi atau film. Kuncinya, pegiat pewayangan perlu belajar keterampilan-keterampilan baru yang menunjang hal juga Wayang, Media Belajar Filosofi KehidupanSaat dihubungi terpisah, budayawan Sudarko Prawiroyudo mengatakan, pergelaran wayang mesti disesuaikan dengan kondisi masa kini. Format pergelaran wayang semalam suntuk dapat disingkat. Bahasa pedalangan pun dapat diubah menjadi bahasa Indonesia.âKalau menggunakan format masa dulu, ya, tidak cocok karena semua hal berubah. Ceritanya pun dapat diubah sedemikian rupa sehingga kekininan,â kata Sudarko. âSebagai contoh, saya pernah membuat pergelaran wayang dengan gamelan, terompet, dan lampu. Itu menyenangkan buat ditonton. Pergelaran itu saya buat bersama Ki Manteb Soedarsono pada 1986,â RUKMORINII Bambang Eka Prasetya membawa wayang rusa, figur rusa Sarabha dari cerita relief candi yang baru saja dikisahkannya kepada para siswa TK dan SD Kanisius di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jumat 19/11/2021.âWayang Rupa KitaâAdapun publik dapat mengenal wayang melalui pameran âWayang Rupa Kitaâ di Bentara Budaya Jakarta. Sedikitnya ada 120 wayang yang ditampilkan. Wayang-wayang itu terbagi dalam 17 tersebut terbuka untuk umum. Publik dapat mengakses pameran ini secara daring di kanal Youtube Bentara Budaya Jakarta. Pameran ini juga dapat dikunjungi secara langsung setiap hari, kecuali Minggu, pada pukul Namun, pengunjung harus melakukan registrasi di laman Bentara Budaya Jakarta terlebih A Setyawan Sejumlah wayang kulit, wayang golek, dan wayang suket dipamerkan dalam pameran bertajuk âWayang Rupa Kitaâ di Bentara Budaya, Jakarta, Sabtu 20/11/2021. Pameran yang berlangsung hingga 4 Desember 2021 ini menampilkan wayang koleksi Bentara Budaya. Pameran bertujuan sebagai bentuk upaya Bentara Budaya untuk menjaga tradisi dan kebudayaan Bentara Budaya Paulina Dinartisti mengatakan, seni tradisi termasuk wayang kerap dianggap tua oleh generasi muda. Mempresentasikan wayang dalam bentuk digital pun diupayakan untuk mengikis jarak generasi tersebut.âKami berharap seni tradisi dapat terus melembaga dan direspons masyarakat luas, khususnya generasi muda. Sebab, siapa lagi yang akan meneruskan tampuk seni tradisi jika bukan generasi muda?â ucap juga Keteladanan Wayang untuk Membangun Karakter Bangsa EditorAloysius Budi Kurniawan
Karenapengrajin wayang jarang," ungkapnya. Untuk itu, Hartono hanya mampu membuat 6-7 wayang kulit dalam sebulan. Sebab untuk membuat satu wayang rata-rata membutuhkan waktu selama 5-6 hari. Belum lagi jika ukurannya berbeda. Terlebih lagi proses pembuatan wayang kulit di rumah Hartono masih dilakukan secara tradisional.
Jakarta - Video Ustaz Khalid Basalamah bertajuk Wayang Haram menuai berbagai reaksi. Video ini diunggah sekitar setahun lalu oleh Yarif TV. Namun, kini sudah tidak dapat diberitakan oleh detikjateng, kontroversi ini bermula ketika Khalid Basalamah mengatakan agar para dalang bertobat dan wayang dapat dimusnahkan. Sebelum mengatakan ini, seorang audiens menyampaikan bahwa dirinya menyukai kesenian tersebut dan bertanya bagaimana bertobat dari profesi dalang."Kalau masalah taubat ya taubat nasuha kepada Allah SWT dengan tiga syarat yang sudah kita tahu, meninggalkan dosa dosa, menyesal dan janji sama Allah tidak mengulanginya dan kalau dia punya wayang maka lebih baik dimusnahkan, dalam arti kata ini lebih baik dihilangkan," ujar kembali perkembangan wayang, akademisi mengatakan kesenian tersebut sebetulnya sudah ada sejak zaman animisme dan Institut Seni Indonesia ISI Solo, Sugeng Nugroho menyampaikan, wayang sudah ada sejak zaman prasejarah."Jelas wayang itu sudah digunakan para wali untuk dakwah Islam. Meskipun sebenarnya wayang sudah ada sejak zaman animisme-dinamisme," ungkap Sugeng 14/02/2022, seperti diberitakan oleh agama Hindu masuk ke Indonesia, wayang digunakan untuk menyebarkan ajaran tersebut karena mudah diterima. Kesenian tersebut pun dimanfaatkan kembali dalam masa penyebaran agama Islam."Kemudian wayang digunakan untuk menyebarkan agama karena mudah beradaptasi. Ketika Hindu masuk, dipakai Hindu. Karena sudah mengakar di hati masyarakat Jawa, maka itu dipakai para wali. Dan itu berhasil," imbuh periode Wali Songo, akhirnya banyak tokoh yang disesuaikan dengan Islam. Sebagai contoh, Dewa Siwa, Brahma, dan Wisnu diadaptasi menjadi keturunan Nabi Dewan Kesenian Solo DKS Blacius Subono juga menuturkan, Sunan Kalijaga sukses menyebarkan Islam lewat budaya, tak terkecuali pewayangan."Jelas dari sisi sejarah kan ada sosok Sunan Kalijaga yang penyebaran agamanya melalui budaya wayang. Sudah jelas sejarahnya," sebut dalam buku Mengenal Kesenian Nasional 1 Wayang karya Kustopo, kata wayang diambil dari bahasa Jawa wewayangan yang berarti dengan yang dikatakan Dosen ISI Solo, Sugeng, wayang berakar dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Lalu pada zaman kerajaan, permulaan wayang dicatat bermula sejak era Kerajaan Kediri abad ke-10 dan diciptakan oleh Raja itu berlanjut ketika masa Kerajaan Jenggala dan Kerajaan majapahit runtuh, wayang sekaligus gamelannya dipindah ke Demak. Pasalnya, Sultan Demak Syah Alam Akbar I sangat menyukai seni karawitan dan pertunjukan masa ini untuk menghapus kesan Hindu, maka gambar wayang diubah sedemikian rupa. Wajahnya dibuat miring dan tangannya dibuat lebih panjang hingga mencapai kaki. Tokoh yang menciptakan sosok wayang dengan rupa seperti ini adalah Sunan kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar III atau Sultan Trenggana, Sunan Giri menciptakan wayang Gedog yang bahan dasarnya dari wayang Sunan Kudus menetapkan wayang Gedog hanya digelar di dalam istana. Sehingga, Sunan Bonang membuat wayang sendiri yang diperuntukkan bagi rakyat. Wayang tersebut adalah ke era pemerintahan Sri Hamangkurat IV, raja tersebut menciptakan wayang Madya. Bentuk wayang Madya bagian atas mirip wayang Purwa, sedangkan bawahnya mirip wayang wayang dilanjutkan ke zaman revolusi fisik tahun 1945-195. Kesenian pedalangan digunakan sebagai salah satu usaha mendengungkan tekad mempertahankan kemerdekaan tujuan ini, maka secara khusus diciptakan wayang Suluh. Arti kata suluh adalah obor, yakni salah satu alat yang biasa dipakai pula pendapat yang menyebutkan wayang Suluh berasal dari Madiun dan diciptakan salah seorang pegawai penerangan. Pegawai tersebut juga bertindak sekaligus sebagai wayang Suluh, tidak ada bentuk pakemnya karena mengikuti perkembangan zaman. Sebab, cara berbusana masyarakat juga berubah. Simak Video "Khalid Basalamah Resmi Dipolisikan soal Wayang ke Bareskrim" [GambasVideo 20detik] nah/erd
wvPWTL. 8fsgoqkqyn.pages.dev/4478fsgoqkqyn.pages.dev/148fsgoqkqyn.pages.dev/4168fsgoqkqyn.pages.dev/1218fsgoqkqyn.pages.dev/1288fsgoqkqyn.pages.dev/2538fsgoqkqyn.pages.dev/4938fsgoqkqyn.pages.dev/202
pertunjukan wayang tersebut mampu bertahan sampai sekarang karena